KIAT
MENUJU
SUKSES
TELAAH TEMATIS
SURAH AL KAUTHAR
oleh : Abu Izzat
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8); “Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan (yang lurus): ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”
(QS 76:3).
PENDAHULUAN
Kajian
terhadap al-Qur’an sesungguhya dapat dilakukan dengan melihat berbagai objek,
mulai dari aspek sejarah kodifikasinya, qiraahnya, asbab nuzulnya sampai pada
perkembangan penafsirannya. Dan Kajian terhadap sisi penafsiran nampaknya justru yang sangat
mengalami perkembangan cukup signifikan. Munculnya berbagai kitab tafsir yang
sarat dengan berbagai ragam metode maupun pendekatan, merupakan bukti bahwa
upaya untuk menafsirkan al-Qur’an memang tidak pernah berhenti. Hal ini
merupakan keniscayaan sejarah, karena di satu sisi umat Islam pada umumnya ingin selalu menjadikan
al-Qur’an sebagai mitra dialog dalam menjalani kehidupan dan mengembangkan
peradaban. Proses dialektika antara teks yang terbatas, jelas dan mutawatir
serta konteks yang tidak terbatas itulah
sebenarnya yang menjadi pemicu dan pemacu bagi perkembangan tafsir.
Jika kita dapat mencermati, dari suatu generasi kepada generasi
berikutnya penafsiran al-Qur’an memiliki corak dan karakteristik yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah adanya
perbedaan situasi sosio-historis di mana seorang mufassir hidup. Bahkan situasi
politik yang terjadi ketika mufassir melakukan kajian dan penafsiran
terhadap Alqur an juga ikut mewarnai
penafsirannya.
Di samping itu memang cakupan makna yang terkandung dalam al-Qur’an memang
sangat luas, begitu pula perbedaan dan corak penafsiran juga disebabkan
perbedaan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing mufassir. Al-Qur’an memang merupakan kitab yang mengandung kemungkinan banyak penafsiran.
Sehingga adanya pluralitas penafsiran al-Qur’an adalah sah-sah saja, sepanjang
dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Bahkan Penafsiran dapat diibaratkan sebuah “organisme” yang
selalu tumbuh dan berkembang. Ia akan selalu mengalami perubahan dan
perkembangan seiring dan senafas dengan kemajuan tantangan yang dihadapi
manusia.
Alquran merupakan sumber ilmu. Banyak sekali ilmu yang berkaitan dengan
Alquran. Hal itu karena para pengkaji Alquran bermaksud merealisasikan banyak
tujuan dan memandang Alquran dari segi yang berbeda.
Ketika Rosulullah
masih hidup, para sahabat menanyakan semua persoalan mereka kepada beliau, atau
melihat sikap dan perilaku beliau. Setelah rosulullah wafat tidak ada
orang yang mempunyai otoritas kenabian untuk menjelaskan berbagai masalah yang
selalu datang, dan para sahabat selalu berupaya menyampaikan dan mengedepankan Alqur
an untuk menjawab. [1]
Sehingga dimasa
sahabat, banyak dipelajari hal yng terkait dengan alqur an untuk mengetahui penafsiran
sebuah ayat demi mendekati penafsiran Rosulullah. karena itu mereka “haus”
untuk mengetahui sebab-sebab turunnya sebuah ayat, sebagai alat bantu dalam memahami
dan menafsirkan ayat tersebut secara berurutan yang kemudian beerkembang menjadi
penafsiran per surah atau per tema.
PEMBAHASAN
Penafsiran terhadap surah-surah tertentu dariAlqur
an telah banyak ditulis oleh para Ulama mulai dari surah yang terpanjang sampai
pada surah yang pendek-pendek, di bawah ini akan dibahas mengenai penafsiran salah
satu surah Alqur an yang pendek yaitu surah Al Kauthar.
A. Tek
Ayat surah Al Kauthar dan Terjemahanya
Pembahasan mengenai satu surah secara menyeluruh dan
utuh, dengan menjelaskan arti umum dan khususnya, menguraikan munasabah atau
korelasi antar berbagai tema yang dikandungnya, sehingga menjadi jelas bahwa
surat itu merupakan satu kesatuan yang kokoh dan ia seakan-akan merupakan satu
rantai emas yang setiap gelang-gelang darinya bersambung satu dengan lainnya,
sebagaimana pembahasan surah Al Kauthar berikut ini.
انا
أعطيناك الكوثر (1) فصل لربك وانحر (2) ان شانئك هو الأبتر (3)
Innâ a‘thainâ ka al-kauthar fashalli lirabbika wanhar
inna syâni’aka huwa al-abtar
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
Al Kauthar.Maka shalatlah kamu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya pembenci-mu
itulah yang akan binasa. (QS Al Kauthar ,1-3).
B. Waktu
diturunkan dan Korelasi dengan surah sebelumnya
Terdapat perbedaan di antara para Ulama
mengenai tempat dan waktu turunya surah Al Kauthar :
1-
Surah Al Kauthar adalah termasuk salahsatu
surah Makkiyah, [2] terdiri dari tiga ayat,
berada setelah surah Al-Maa’un dalam urutan surah alqur an.
Adapun hubungan surah ini dengan surah
sebelumnya (surah Al-Ma‘un), adalah : bila Allah telah menjelaskan dalam surah
sebelumnya tentang orang yang mendustakan agama dengan empat macam sifat, yaitu
al-bukhl (bakhil), tidak mau melakukan shalat, riya, dan tidak mau
memberikan pertolongan, maka dalam surah Al Kauthar ini Allah menyebutkan sifat-sifat yang
dikaruniakan kepada Rasulullah Saw. berupa kebaikan dan keberkahan. Disebutkan
bahwa beliau diberi Al Kauthar , yang berarti kebaikan yang banyak,
dorongan untuk melakukan shalat dan membiasakan-nya, ikhlas dalam melakukannya
dan bersedekah kepada kaum fakir miskin.[3]
2-
Anas bin Malik mengatakan bahwa kami berada di sekeliling Rasul,
tiba-tiba Beliau terlena sebentar kemudian Beliau mengangkat kepala dan
bersabda,’Diturunkan kepadaku tadi satu surah’. Lalu Beliau membaca
surah al Kauthar dan bersabda,’Tahukah kalian apa al Kautsar?. Kami
menjawab,’Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Lalu Beliau melanjutkan,’ Ia
adalah sungai yang dijanjikan Tuhan kepadaku. Disana terdapat banyak kebajikan.
Ia adalah telaga yang banyak didatangi (untuk diminum) ummatku pada hari kiamat’
[4]
Berdasar hadith ini banyak juga para ulama
yang mengatakan bahwa surah al Kauthar diturunkan di Madinah, karena Anas bin
Malik baru masuk Islam pada masa awal hijrah nabi Muhammad saw ke Madinah. [5]
C. Latar
belakang sejarah diturunkanya
Surah ini murni untuk Rasulullah sebagaimana
dikatakan Syyid Quthb dalam Tafsirnya yang menggambarkan kehidupan Dakwah dan
juru dakwah terutama pada tahap awal. [6]
Terdapat beragam riwayat yang menceritakan tentang latar belakang sejarah
diturunkanya surah ini, salah satu diantaranya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim. Ketika putera Rasulullah saw (Al Qasim) meninggal, al ’Ash bin Wail
berkata bahwa Muhammad telah terputus keturunannya, maka turunlah surah al
Kautsar (Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah orang yang
terputus). Riwayat yang senada dikatakan bahwa ’Uqbah bin Abi Mua’ith
berkata,’Tidak seorang anak laki-lakipun yang hidup bagi nabi saw, sehingga
keturunannya terputus’. Maka Surah al Kauthar turun sebagai bantahan terhadap
ucapan tersebut.[7]
Ada riwayat lain menyebutkan bahwa Surah ini diturunkan
berkaitan dengan orang-orang musyrik Mekkah dan orang-orang munafik Madinah mereka
mencela dan mengejek Nabi Saw. dengan beberapa hal. Pertama, orang-orang
yang mengikuti beliau adalah orang-orang dhu‘afa, sementara orang-orang yang
tidak mengikutinya adalah para pembesar dan pejabat. Andaikan agama yang
dibawakan itu benar, tentu pembela-pembelanya itu ada dari kelompok orang
pandai yang memiliki kedudukan di antara rekan-rekannya.[8]
Pernyataan seperti itu bukanlah hal baru yang
hanya terjadi pada Nabi Muhammad, kaum para Nabi terdahulu juga berkata hal serupa
kepada nabi mereka. Seperti dikisahkan dalam Al-Quran: “Maka berkatalah pemimpin-pemimpin
yang kafir dari kaumnya: Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai) manusia
biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu
melainkan orang-orang yang hinadina di antara kami yang lekas percaya saja, dan
kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan
kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS. Hud, 11:27).
Atas dasar latar belakang itu, surah Al
Kauthar turun untuk menegaskan kepada Rasul Saw. bahwa apa yang diharapkan oleh
orang-orang kafir itu merupakan harapan yang tidak ada kebenarannya; untuk
menggoncangkan jiwa orang-orang yang tidak mau menyerah dalam pendiriannya,
orang-orang yang berkepala batu; untuk menolak tipuan orang-orang musyrik
dengan sebenar-benarnya; dan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa Rasul akan
ditolong, dan pengikut-pengikut-nya -yang dianggap lemah oleh merekapun- akan
memperoleh kemenangan. [9]
Memang sudah begitu adanya, orang yang paling
cepat memenuhi dakwah Rasul adalah para dhu‘afa. Itu disebabkan, di antaranya,
karena mereka tidak memiliki harta sehingga tidak perlu takut hartanya akan
tersia-siakan. Orang-orang dhu‘afa juga tidak memiliki pangkat atau kedudukan
yang menyebabkan mereka takut akan kehilangan pangkat atau kedudukannya.
Keberadaan dan kebersamaan para dhu‘afa itu
seringkali tidak disenangi oleh para pembesar. Karena itu seringkali terjadi
perdebatan antara mereka dan para rasul. Mereka berusaha untuk melenyapkan dan
mengganggu pengikut-pengikut Rasul –yang mereka anggap lemah- Namun Allah
menolong rasul-Nya, memperkuat dan memperkokoh pengikutnya.
Sikap para pembesar seperti itu terjadi pula
pada Rasul Saw.Sungguh para pembesar telah menentang beliau karena kedengkian
mereka kepada Rasul dan para pengikutnya yang ber-kedudukan rendah menurut
mereka. Kemudian, ketika mereka melihat putra-putra Rasulullah meninggal,
mereka pun berkata: “Terputuslah keturunan Muhammad, dan dia menjadi abtar.”
Mereka menganggap hal itu sebagai aib, sehingga mereka mencela beliau dan
berusaha memalingkan orang lain dari mengikutinya. Apabila mereka melihat
kesulitan yang turun dan menimpa orang-orang Mukmin, mereka senang dan menunggu
kekuasaan itu bergeser kepada mereka.
D. Makna Al Kauthar
Al-Bukhari dan Ahmad meriwayatkan bahwa pada
suatu saat sekian banyak orang akan digiring nanti di surga dan akan diberi
minum dari telaga yang bernama Al Kauthar.Yang diberi minum dari telaga
hanyalah umat Rasulullah Saw. Tetapi ketika sudah mendekat ke telaga Al Kauthar
, mereka diusir oleh para malaikat. Lalu Rasulullah berteriak, “Sahabatku,
sahabatku.” Kemudian Allah berfirman, “Tidak. Mereka bukan sahabatmu. Engkau
tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.” Rasulullah pun
berkata, “Celakalah orang yang mengganti ajaran-ajaran agamaku setelah aku
meninggal.[10]
Adapun makna dari Al Kauthar ulama
menyebutkanya sangat banyak bahkan sampai diriwayatkan ada dua puluh enam
pendapat tentang apa yang dimaksud dengan Al Kauthar, antara lain :
- Telaga di Surga
- Kebaikan yang banyak
- KeturunanRasulullahSaw
- Sahabat-sahabat dan pengikut Rasul hingga
hari kiamat.
- Ulama di kalangan umat Muhammad Saw
- Al-Quran dengan segala keutamaannya yang
banyak
- Nubuwwah;
- Dimudahkannya Al-Quran;
- Islam;
- Tauhid;
- Ilmu;
- Hikmah;
- bekal atau belanja dalam jumlah yang
banyak.
- yang banyak memberi dan sebagainya.[11]
Di sini perlu kita mengambil tharîqah
al-jam‘i (teori penggabungan). Kita mengambil yang umum, Al Kauthar adalah kenikmatan yang banyak, yang
dikaruniakan kepada Muhammad Saw. dan umatnya. Dan kenikmatan itu bisa berupa
Al-Quran, atau petunjuk Allah, atau bertambah-nya pengikut beliau sampai akhir
zaman hingga tidak terputus setelah beliau meninggal dunia, dan atau bisa juga
telaga di surga. [12]
E. Pemahaman
Ulama dan korelasi antara ayat-ayatnya
Islam
lahir dalam konteks merespon budaya dan pandangan hidup dalam masyarakat Arab
pada saat itu. Mekkah saat itu mengalami kehancuran tatanan,
struktursosial, dan krisis kemanusiaan yang muncul dalam bentuk perbudakan, pengusaan kekayaan
yang dimonopoli oleh segelintir
orang. Hingga
kemudian orang-orang yang lemah dan miskin semakin tidak berdaya. Dalam konteks demkianlah
Islam lahir sebagai
agama pembebas manusia dari perbudakan, kemiskinan, dan diskriminasi, baikras,
ekonomi dan hak hidup dan membela kaum tertindas.
Adanya keniscayaan fenomena lemah-kuat,
kaya-miskin dan pintar-bodoh saja tidak masalah selagi tidak ada kedzaliman,
penganiayaan dan penindasan yang terjadi sebagai akibatnya. Dalam kenyataanya kita
sering menyaksikan orang atau pihak lemah dianiaya oleh pihak kuat. Akibatnya
yang lemah makin lemah, yang kuat makin kuat. Sebagai
umat Islam tentu kita akan kembalikan semuanya ke ajaran Islam. Lalu bagaimana
Al-Qur’an melihat ketertindasan.
Dengan surah ini Allah menegaskan bahwa telah memberikan kepada Nabi
Muhammad pemberian yang banyak, telah mengaruniainya berbagai karunia, yang
tidak mungkin sampai pada hakikatnya. Apabila musuh-musuhnya menganggap enteng
dan kecil karunia itu, maka itu disebabkan karena kerusakan pikiran dan
lemahnya persepsi mereka. Shalatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah. Jadikanlah
shalatmu hanya kepada Tuhan saja, dan sembelihlah sembelihanmu yang merupakan
pengorbananmu bagi Allah jua. Sebab, Allahlah yang memeliharamu dan
melimpah-kan kepadamu segala nikmat-Nya.
Makna surah ini
dapat diketahui melalui ayat penutupnya. Allah telah menghalangi kebaikan dari
orang-orang yang membenciRasulNya.ان
شانئك هو الأبتر terhalangi untuk mengingatNya, hartanya dan keluarganya,
sehingga pada gilirannya, di akhirat ia akan merugi akibat dari semua perbuatan
yang tidak terpuji tersebut, mereka tidak membekali diri dengan amalan shalih saat
hidup di dunia, sebagai bekal di hari akhiratnya. Hatinya akan terhalangi dari
kebaikan, sehingga dia tidak mengenali kebaikan, apalagi mencintainya, hati mereka
penuh dengan kedengkian, kebencian, kedzaliman
dan memusuhi serta menindas orang-orang muslim terlebih kaum dlu’afaa yang pada
ahirnya mendatangkan pertolongan Allah untuk membela kaum lemah tersebut.
Maka berhati-hatilah,
jangan membenci sesuatu yang datang dari Rasulullah atau menolaknya untuk
memuaskan hawa nafsu, atau disibukkan dengan syahwat atau urusan dunia.
Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan
untuk taat kepada seseorang, kecuali taat kepada RasulNya, dan mengambil apa
yang datang darinya. Maka barang siapa yang taat atau ditaati, sesungguhnya hal
itu terjadi hanya dengan mengikuti Rasul. Seandainya diperintahkan dengan sesuatu
yang menyelisihi Rasul, maka tidak perlu ditaati.
Setelah menggembirakan Rasul Saw. dengan
sebesar-besarnya kabar gembira, dan meminta beliau untuk bersyukur kepada-Nya
atas nikmat dan kesempurnaannya, lalu Allah menegaskan bahwa musuh-musuh
beliaulah yang justru akan terkalahkan dan terhinakan, ان
شانئك هو الأبتر.
Sesungguhnya pembencimu, baik yang dulu maupun yang sekarang, akan terputus
namanya dari kebaikan dunia dan akhirat, sehingga keturunanmu akan kekal dan
akan kekal juga nama dan jejak-jejak keutamaanmu sampai hari kiamat.”
Sebenarnya para pembenci itu tidaklah
membenci Rasul karena kepribadiannya. Mereka sebetulnya mencintai beliau lebih
dari kecintaan kepada mereka sendiri. Namun, mereka marah kepada apa yang
dibawa oleh beliau berupa petunjuk dan hikmah yang merendahkan agama mereka,
mencela apa yang mereka sembah, dan menyeru mereka kedalam sesuatu yang berbeda
dengan apa yang mereka lakukan selama ini.
Allah sudah menegaskan dan membuktikan kepada
pembenci-pembenci Rasul pada zaman
beliau, mereka ditimpa kehinaan dan kerugian, dan tidak tersisa dari mereka
kecuali nama yang jelek. Dia juga menegaskan dan membuktikan bahwa Nabi Saw.
dan orang-orang yang mendapat petunjuk akan mendapatkan kedudukan di atas apa
pun, sehingga kalimah mereka menjadi kalimah yang paling tinggi.[13]
.
Karunia ini utuh
dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata inna yang
menunjukkan penegasan dan realisasi kandungan berita. Demikian juga, Allah
menggunakan fi'il madhi dalam kalimat
ini, yang bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang sifatnya harapan yang
berasaldariDzat Yang MahaMulia, terhitung sebagai hal yang pasti terjadi.
Selanjutnya, kata nahr, juga memiliki
beberapa makna. Salah satu arti kata nahr adalah berkurban. Arti yang
lain adalah bagian dada sebelah atas. Sebagian mufassir menjelaskan yang
dimaksud dengan nahr ialah mengangkat tangan lurus dengan bahu sebelah atas.
Sehingga maknanya adalah, “Shalatlah kepada Tuhanmu, ucapkan kebesaran nama Tuhanmu
sambil mengangkat tangan selurus bahu.”
Pendapat ini didasarkan kepada hadis yang
diriwayatkan oleh Abi Hatim, Al-Hakim, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, dalam
Sunannya, dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Ketika surah ini diturunkan
Nabi bertanya kepada Jibril: ‘Apa yang dimaksud dengan nahr yang
diperintahkan oleh Allah di sini?’ Jibril berkata: ‘Yang dimaksud di sini bukan
berkurban. Maksud kata ini adalah memerintahkanmu untuk mengangkat tangan saat
menghormat dalam shalat, saat takbir, ruku, dan mengangkat kepala dari ruku.
Sebab, itulah shalat kami dan shalat malaikat yang berada di langit yang tujuh.
Segala sesuatu itu memiliki perhiasan-nya. Dan perhiasan shalat adalah
mengangkat tangan pada setiap takbir. [14]
Begitu pula mengenai al-abtar, ulamaTafsir
menyebutkan beberapa hal, yaitu:
Dulu, pengikut-pengikut Rasul Saw. Yang pertama
adalah kelompok dhu‘afa, fuqara dan orang miskin. Kebanyakan mereka bodoh-bodoh
sehingga diejek dengan sebutan sufahâ’, orang-orang bodoh, walaupun kemudian
Allah menegaskan, alâ innahum hum al-sufahâ’, mereka (para pembesar)
itulah yang bodoh. Mereka (para pembesar) itu meng-anggap bahwa kalau agama
yang dibawa oleh Muhammad itu benar, tentu pengikutnya adalah orang-orang pandai,
orang-orang besar, dan orang-orang yang mengerti. Tetapi, mengapa para
pengikutnya justru orang-orang bodoh? Karena itulah mereka menganggap bahwa
agama itu akan cepat abtar, dan akan cepat lenyap, cepat terputus.
Sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. Mempunyai beberapa orang putra. Putra tertua bernama Al-Qasim. Kemudian Zainab,
Abdullah, Ummu Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah. Al-Qasim meninggal. Setelah ia meninggal,
Abdullah pun meninggal. Maka, berkatalah Al-‘Ash ibin Wail Al-Sahmi, salah seorang
pembesar Quraisy: “Sudah terputus keturunan Muhammad; ia menjadiabtar,
orang yang terputus keturunannya.” Sebab itulah Allah menurunkan ayat, Inna syâni’aka
huwa al-abtar (Sesunguhnya pembencimulah yang akan binasa). Itulah pula
sebabnya sebagian ulama men-jelaskan bahwa yang dimaksud alkautsar dalam
surah ini adalah keturunan Rasulullah Saw., yakni janji Allah bahwa keturunan
Muhammad tidak akan terputus, melainkan beranak pinak dalam jumlah yang banyak.
Dahulu, orang Arab menyebut seorang anak dengan nama bapaknya. Jadi, jika seseorang
tidak mem-punyai anak, maka namanya tidak akan disebut-sebut orang. Dan
ternyata, nama Rasulullah dan para pengikutnya terus berlanjut dengan kenangan
yang baik, hingga sekarang. [15]
Orang-orang musyrik disebut abtarantara
kain karena tujuan mereka terputus sebelum mereka mencapainya. Menurut asal
katanya, alabtar adalah binatang yang terpotong ekornya. Adapun yang
dimaksud al-abtar di sini ialah orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya
tidak kekal. Pengumpamaan kekalnya sebutan yang baik dan berlanjutnya jejak
yang indah dengan ekor binatang karena ekor binatang itu mengikuti binatangnya
dan menjadi perhiasan baginya. Sehingga, orang yang tidak memiliki sebutan yang
kekal dan jejak indah yang berlanjut diibaratkan sebagai orang yang ekornya
terlepas atau terputus.[16]
Demikianlah sunnatullah bahwa pengikut dakwah
para Nabi pada umumnya berasal dari kelompok dhu‘afa, dan bahwa para nabi dan
pengikutnya selalu memilih bergaul dengan kelompok dhu‘afa. Bahkan di banyak tempat
Islam berkembang pesat karena para ulama dan tokohnya mendekati kelompok orang
yang lelemah. Islam memiliki daya tarik
yang besar bagi kelompok dhu‘afa dan orang-orang lemah. Hal ini kiranya perlu diteegaskan
berkali-kali. Karena, selama ini orientasi dakwah kita hanya tertuju kepada kelompok
elit saja, atau kelompok menengah yang sedang bangkit. Sementara orang-orang miskin,
dhu‘afa didekati oleh agama lain, sehingga beberapa tempat telah banyak yang
mengikuti ajakan mereka. Begitu pula yang dimaksud dhu‘afa dalam alquran bukan
saja lemah dalam arti materi, tapi juga ilmu sekalipun titik beratnya adalah dhu‘afa
dari segi materi. Orang yang lemah dari sisi kekayaan, biasanya lemah juga dari
sisi ilmu pengetahuan, kehidupan politik, dan kehidupan sosial.
PENUTUP
Al Kauthar adalah pemberian Allah yang tiada terhitung,
yang dikaruniakan kepada Muhammad Saw. Dan kenikmatan itu bisa berupa Al-Quran,
atau petunjuk Allah, atau bertambah-nya pengikut beliau sampai akhir zaman
hingga tidak terputus setelah beliau meninggal dunia, dan atau bisa juga telaga
di surga.
Jadi walaupun al Kauthar pada konteks surat al Kauthar ditujukan kepada
Rasulullah saw (karena menggunakan kata ganti ka/kamu), namun tidak
berlebihan kiranya jika kita juga berharap untuk memperolehnya. Apalagi jika
dikaitkan dengan makna al kauthar yang dapat bermakna sangat luas sesuai dengan
makna harfiyah. Semoga kita juga memperoleh al kauthar –dapat minum telaga di
surga, mempunyai keturunan shalih/shalihah, dan karunia Allah lainnya, tentu saja dengan ketekunan melaksanakan Shalat serta
ibadah yang lain dan dengan kerelaan berkorban di jalan Allah Subhaanahu wata'alaaفصل لربك وانحر ) ).
Karena dari seluruh pilihan hidup manusia, intinya hanya
dua: kebaikan dan kejahatan. Kedua pilihan itu telah ditiupkan secara
inspiratif (ilham) dalam setiap jiwa manusia. Secara fitrah, setiap orang mampu
membedakan kebaikan dari kejahatan, setidaknya secara universal,
sebagaimanadiisyaratkan Alqur an: “Kami telah menunjukkan kepada manusia dua
jalan” (QS 90:10); “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8); “Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan (yang lurus): ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”
(QS 76:3).
Sangatlah kurang tepat kalau ada orang menyatakan bahwa
seorang penjahat tidak berpotensi menjadi baik, juga tidak benar bila ada yang
mengatakan bahwa seorang alim tidak mempunyai bakat jadi orang jahat. Setiap
orang berpotensi atau berbakat untuk menjadi satu di antara dua: baik, atau
jahat, dzalim atau didzalimi... dan islam memerintah pemelukmya untuk selalu
menolong orang yang dzalim dengan mencegah kedzalimanya dan membela orang yang
didzalimi dan tertindas
والعلم
عند الله واليه المرجع والمأّب
[1]عن
محمد بن كعب القرظى قال : جمع القرآن فى زمان النبى - صلى الله عليه وسلم - خمسة من الأنصار : معاذ بن جبل ، وعبادة بن
الصامت ، وأبى بن كعب ، وأبو أيوب ، وأبو الدرداء ، فلما كان زمان عمر بن الخطاب
كتب إليه يزيد بن أبى سفيان ، إن أهل الشام قد كثروا وربلوا وملأوا المدائن ،
واحتاجوا إلى من يعلمهم القرآن ، ويفقههم فأعن يا أمير المؤمنين برجال يعلمونهم ،
فدعا عمر أولئك الخمسة ، فقال لهم : إن إخوانكم من أهل الشام قد استعانونى بمن
يعلمهم القرآن ويفقههم فى الدين ، فأعينونى رحمكم الله بثلاثة منكم ، إن أحببيم ،
فاستهموا ، وإن انتدب منكم ثلاثة فليخرجوا ، فقالوا : ما كنا لنساهم ، هذا شيخ
كبير لأبى أيوب ، وأما هذا فسقيم لأبى بن كعب ، فخرج معاذ بن جبل وعبادة وأبو
الدرداء ، فقال عمر ابدؤا بحمص ، فإنكم ستجدون الناس على وجوه مختلفة ، منهم من
يلقن فاذا رأيتم ذلك فوجهوا إليه طائفة من الناس فإذا رضيتم منهم فليقم بها واحد ،
وليخرجواحد إلى دمشق ، والآخر إلى فلسطين ، فقدموا حمص فكانوا بها حتى إذا رضوا من
الناس أقام بها عبادة ، ورجع أبو الدرداء إلى دمشق ، ومعاذ إلى فلسطين ، فأما معاذ
فمات عام طاعون عمواس ، وأما عبادة فسار بعد إلى فلسطين فمات بها وأما أبو الدرداء
فلم يزل بدمشق حتى مات (ابن سعد ، وابن عساكر) كنز العمال 4765 وأخرجه ابن سعد
(2/357) ، ابن عساكر (26/194
1 - أخرج البزار وغيره
بسند صحيح عن ابن عباس قال: قدم كعب بن الأشرف مكة، فقالت له قريش: أنت سيدهم، ألا
ترى هذا المنصبر المنبتر من قومه، يزعم أنه خير منا، ونحن أهل الحجيج، وأهل
السقاية، وأهل السدانة! قال:أنتم خير منه، فنزلت: إِنَّ شانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُ.وأخرج ابن أبي شيبة في المصنف وابن المنذر عن عكرمة قال: لما أوحي إلى
النبي صلّى اللَّه عليه وسلّم قالت قريش: بتر محمد منا، فنزلت: إِنَّ شانِئَكَ
هُوَ الْأَبْتَرُ.وأخرج ابن أبي حاتم عن السّدّي قال: كانت قريش تقول إذا مات ذكور
الرجل: بتر فلان، فلما مات ولد النبي صلّى اللَّه عليه وسلّم، قال العاصي بن وائل:
بتر محمد، فنزلت. وأخرج البيهقي في الدلائل مثله عن محمد بن علي، وسمى الولد:
القاسم، وأخرج عن مجاهد قال: نزلت في العاصي بن
وائل، وذلك أنه قال: أنا شانئ محمد
[2]. تفسير القرطبيالكوثر" وهيمكيةفيقولابنعباسوالكلبيومقاتل
[3]نظمالدررفيتناسبالآياتوالسور المؤلف : برهانالدينأبيالحسنإبراهيمبنعمرالبقاعي دارالنشر :دارالكتبالعلمية - بيروت - 1415
[4]أنزلت
على آنفا سورة بسم الله الرحمن الرحيم إنا أعطيناك الكوثر فصل لربك وانحر إن شانئك
هو الأبتر أتدرون ما الكوثر فإنه نهر وعدنيه ربى ، عليه خير كثير ، هو حوضى ترد
عليه أمتى يوم القيامة ، آنيته عدد النجوم ، فيختلج العبد منهم فأقول يا رب إنه من
أمتى ، فيقول ما تدرى ما أحدث بعدك (أبو داود ، والنسائى عن أنس
[6]Tafsir
surah al kautharSayyidQuthb Fi Dzilalalqur an
[7]قال
ابن عباس : نزلت هذه السورة في العاص بن وائل ابن هشام بن سعيد بن سهم أنه رأى
رسول الله صلى الله عليه وسلم يخرج من المسجد وهو يدخل فالتقيا عند باب بني سهم
وتحدّثا وأناس من صناديد قريش في المسجد جلوس ، فلما دخل العاص قالوا له : من الذي
كنت تحدث؟ قال : ذاك الأبتر ، يعني النبي صلى الله عليه وسلم وكان قد توفى قبل ذلك
عبد الله ابن رسول الله صلى الله عليه وسلم وكان من خديجة ، وكانوا يسمّون من ليس
له ابن أبتر ، فسمّته قريش عند موت إبنه أبتر وصنبوراً فأنزل الله سبحانه إِنَّآ أَعْطَيْنَاكَ الكوثر
[8] قال الامام الطبري حدثنا
ابن المثنى، قال: ثنا عبد الوهاب، قال: ثنا داود، عن عكرمة، في هذه الآية:( أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ
وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ
آمَنُوا سَبِيلا ) قال: نزلت في كعب بن الأشرف، أتى مكة فقال لها أهلها: نحن خير
أم هذا الصنبور المنبتر من قومهونحن أهل
الحجيج، وعندنا منحر البدن، قال: أنتم خير. فأنزل الله فيه هذه الآية، وأنزل في
الذين قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم ما قالوا:( إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ
[9]asbabunnuzul surah al Kautsar, Qomaruddinshaleh,
dkk
[10]قال:
"هل تدرون ما الكوثر؟ "، قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: "هو نهر
أعطانيه ربي، عز وجل، في الجنة، عليه خير كثير، تردُ عليه أمتي يوم القيامة، آنيته
عدد الكواكب، يُخْتَلَج العبد منهم فأقول: يا رب، إنه من أمتي. فيقال: إنك لا تدري
ما أحدثوا بعدك". (1)هكذا رواه الإمام أحمد بهذا الإسناد الثلاثي، تفسير ابن
كثير
[11]أعطيت
الكوثر نهر فى الجنة عرضه وطوله ما بين المشرق والمغرب لا يشرب منه أحد فيظمأ ولا
يتوضأ منه أحد فيشعث أبدا لا يشربه إنسان أخفر ذمتى ولا قتل أهل بيتى (ابن مردويه
عن أنس) وأخرجه أيضا : الطبرانى (3/126 ، رقم 2882) ، وعزاه المصنف أيضا فى الدر
المنثور
واخرجه البخارى ،
والترمذى وقال - حسن صحيح - وابن حبان عن
أنس)أخرجه البخارى (4/1900 ، رقم 4680) ، والترمذى (5/449 ، رقم 3360) وقال : حسن
صحيح . وابن حبان (14/391 ، رقم 6474) . وأخرجه أيضا : أحمد (3/207 ، رقم 13179) ،
وعبد بن حميد (ص 359 ، رقم 1189) ، وأبو يعلى (5/257 ، رقم 2876) .
[12]روي
عنه صلّى اللَّه عليه وسلّم فيما رواه الإمام أحمد ومسلم ومن معهما في الحديث
المتقدم عن أنس: أنه «نهر في الجنة، وعدنيه ربي، فيه خير كثير، أحلى من العسل،
وأبيض من اللبن، وأبرد من الثلج، وألين من الزّبد، حافتاه الزبرجد، وأوانيه من
فضة، لا يظمأ من شرب منه
[13]قال الإمام أبو جعفر بن
الزبير : لما نهى عباده عما يلتذ به من أراد الدنيا وزينتها من الإكثار والكبر
والتعزز بالمال والجاه وطلب الدنيا ، أتبع ذلك بما منح نبيه مام هو خير مما يجمعون
، وهو الكوثر وهو الخير الكثير ، ومنه الحوض الذي ترده أمته في القيامة ، لا يظمأ
من شراب منه ، ومنه مقامه المحمود الذي يحمده فيه الأولون والآخرون عند شفاعته
العامة للخلق وإراحتهم من هول الموقف ، ومن هذا الخير ما قدم له في دنياه من تحليل
الغنائم والنصر بالرعب والخلق العظيم إلى ما لا يحصى من خير الدنيا والآخرة مما
بعض ذلك خير من الدنيا وما فيها إذ لا تعدل الدنيا وما فيها واحدة من هذه العطايا...
نظم الدرر في تناسب
الآيات والسور : برهان الدين أبي الحسن إبراهيم بن عمر البقاعيدار النشر : دار
الكتب العلمية - بيروت – 1415هـ - 1995 م
[14]عن
على قال : لما نزلت إنا أعطيناك الكوثر . فصل لربك وانحر قال النبى
- صلى الله عليه وسلم - لجبريل ما
هذه النحيرة التى أمرنى بها ربى قال ليست بنحيرة ولكنه يأمرك إذا تحرمت للصلاة أن
ترفع يديك إذا كبرت وإذا ركعت وإذا رفعت رأسك من الركوع فإنه من صلاتنا وصلاة
الملائكة الذين فى السماوات السبع إن لكل شىء زينة وزينة الصلاة رفع الأيدى عند كل
تكبيرة وقال النبى - صلى الله عليه وسلم
- رفع الأيدى فى الصلاة من الاستكانة قلت
فما الاستكانة قال ألا تقرأ هذه الآية فما استكانوا لربهم وما يتضرعون هو الخضوع
(ابن أبى حاتم ، وابن حبان فى الضعفاء ، والحاكم ولم يصححه ، وابن مردويه ،
والبيهقى وقال : ضعيف ، وقال ابن حجر : إسناده ضعيف جدا وأورده ابن الجوزى فى
الموضوعات) كنز العمال 4721أخرجه الحاكم (2/586 ، 3981) ، والبيهقى (2/75 ، 2357
[15] Fi dzilalalqur an – SayyidQuthb
[16]SayyidQuthb – Fi Dzilalalqur an – tafsir surah al
kauthar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar