ASPEK METODOLOGIS TAFSIR MAUĎU’IY SURAH
UPAYA PENELITIAN DAN
PENELUSURAN
TAFSIR MAUĎU’IY SURAH
oleh : Abu Izzat
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“ Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah
hati mereka terkunci? ( Q.47, Muhammad : 24 )
I. PENDAHULUAN
Al-Qur’ân
merupakan kalam Allah yang dibahasakan dengan bahasa yang mendekati bahasa manusia
karena peruntukannya memang sebagai hudan li al-nas. Dengan bahasa inipun masih
banyak orang yang tidak mengerti apa maksud al-Qur’ân ketika bertutur dengan
ayat-ayatnya. Pada saat awal al-Qur’ân diturunkan, Rasulullah
berperan sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) tentang wahyu yang diterimanya.
Rasulullah banyak menjelaskan arti dan maksud ayat yang tidak dipahami oleh
para sahabat, khususnya menyangkut ayat-ayat yang mempunyai arti yang samar.
Tugas sebagai mubayyin ini diemban Rasulullah sampai beliau wafat.
Sepeninggal Rasulullah, para sahabat
yang mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni juga meneruskan tugas sebagai
penjelas ayat-ayat Qur’an ini. Para sahabat banyak melakukan ijtihad tentang
masalah-masalah yang dihadapi umat Islam saat itu. Mereka yang dikenal akrab
dengan persoalan tafsir antara lain : ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Abbas, Ubay
bin Ka’ab, dan Ibnu Mas’ud, sebagaimana dalam Hadith [1] Meskipun generasi
kedua ini melakukan ijtihad dalam memahami al-Qur’ân, tetapi mereka tetap
menggunakan hadis Nabi dan al-Qur’ân itu sendiri sebagai alat untuk menafsirkan
kalam Allah.
Metode tafsir yang digunakan pada
generasi sahabat juga tetap digunakan pada generasi berikutnya, yaitu generasi
tabi’in. dan tafsir pada periode awal ini dikenal dengan sebutan tafsir bi
al-ma’thur dan dianggap sebagai tafsir yang paling tinggi tingkatannya. Periode
Nabi, sahabat dan tabi’in adalah periode pertama dalam perkembangan tafsir yang
berakhir pada sekitar tahun 150 H. Baru pada periode kedua, setelah zaman
tabi’in, tafsir bi al-ra’yi yang menggunakan ijtihad para ulama mulai
berkembang mengingat banyaknya persoalan-persoalan yang muncul yang belum ada
sebelumnya.
Pada perkembangannya
corak dan metode tafsir juga menjadi beragam. Corak sastra, filsafat dan
teologi, fiqih, tasawuf, dan juga corak sastra budaya kemasyarakatan. Begitu
juga dengan metode penafsiran juga berkembang. Dari metode tahlilî (analisis)
yang menjelaskan kandungan ayat dari berbagai seginya dengan memperhatikan
runtutan ayat sebagaimana yang ada dalam mushaf al-Qur’ân, sampai pada metode
ijmalî, muqaran dan Mauđu’iy( tematik).
[2]
Metode yang terakhir inilah yang sekarang
berkembang untuk menjawab persoalan-persoalan umat. Para ulama tafsir mencoba
menjawab satu persoalan dengan menghimpun dan menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ân
dari berbagai surat yang ada yang dianggap masih satu tema dengan persoalan
tersebut. Dengan metode ini kita tidak perlu membuka semua lembar kitab tafsir
untuk menemukan jawaban persoalan-persoalan tertentu karena sudah dipilah-pilah
dalam tema-tema yang terpisah baik berdasar ayat maupun surah.
II. PEMBAHASAN
Jika metode
yang digunakan dalam tafsir selalu menggunakan urutan ayat-ayatnya dari awal
hingga akhir surah, maka tafsir Mauđu’iy menggunakan
tema per tema baik berdasar surah maupun ayat,
sehingga tafsir tematik lebih fokus membahas sebuah tema tertentu dengan
bimbingan dan pembahasan yang detail dan jelas. Begitu juga, bimbingan yang
sangat jelas dan detail dalam upaya melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga secara umum dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: (1) tematik berdasar surah al-Qur’an; dan (2) tematik
berdasar subyek.
A.
Pengertian
Metode Taafsir Mauđu’iy
Surah
Kalimat “Metode Tafsir Mauđu’iy terdiri dari tiga
rangkaian kata yaitu “Metode”, “Tafsir” dan “Maudu’y”, ketiga kata ini
akan didefinisikan secara terpisah. Kata “Metode” secara etimologi berasal dari
kata Yunani methodos, merupakan sambungan kata meta yang berarti
menuju, melalui, atau mengikuti dan kata hodos yang berarti jalan, cara,
atau arah. Dengan demikian maka kata methodos berarti:
pengkajian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem
aturan tertentu atau suatu cara dalam mengerjakan sesuatu obyek.
Kata Tafsir secara
etimologi berasal dari bahasa Arab yang seacara morfologis berakar kata dengan
huruf-huruf ف س dan ر yang bermakna “(بان) keadaan nyata dan jelas”. maka bentuk
kata kerjanya adalah فَسَّرَ – يُفَسِّرُ
yang bermakna memberikan penjelasan.
Kemudian kataموضوعي adalah kata bentukan dari kata dasar وضع yang mempunyai beberapa arti, antara lain
: meletakkan, merendahkan, menjatuhkan, menyusun/mengarang dan lain-lain. Kata موضوع sendiri adalah bentuk isim maf’ul dari وضع yang berarti “masalah atau pokok
pembicaraan”. Dan yang dimaksud dengan Surah adalah salah satu surah dalam
Alqur an.
Dari arti bahasan ini sudah bisa
dipahami bahwa tafsir Mauđu’iy Surah adalah menafsirkan al-Qur’an dengan cara membahas
satu surah tertentu dari al-Qur’an dengan mengambil bahasan pokok dari surat
dimaksud dengan cara membahas tentang beberapa hal yang
terkait dengan Surah tersebut, seperti tempat, dan waktu turunnya,tujuannya dan
hal-hal lain dengan menyertakan Nash yang mendukungnya .[3]
B.
Metode penelitian Tafsir Mauđu’iy
Surah
Sebagaimana dijelaskan mengenai
lahirnya metode Mauđu’iy sejak zaman Nabi, sebagai cikal bakalnya dan dari
beberapa karya tafsir Mauđu’iy yang ada, maka Tafsir Mauđu’iy surah, yang
merupakan penafsiran menyangkut satu surat dalam
al-Qur-an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan
tema ragam dalam surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema
tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan, jadi mufasir
membahas satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksud surat
baik yang umum dan yang khusus, dan menjelaskan korelasi antara berbagai
masalah yang terkandung di dalamnya sehingga satu surat tersebut nampak
membicarakan satu masalah yang utuh. Dengan demikian maka metode penelitian
Tafsir Mauđu’iy surah dapat diringkas sebagai berikut :
1.
Menetapkan
surah tertentu yang akan dibahas dan menjelaskan berbagai hal yang berkaitan
dengannya, seperti latar belakang diturunkanya, Makkiyah atau Madaniyah, nama
lain serta Melengkapi pembahasan dan uraian tema yang
dipilih dengan hadis-hadis yang relevan. dan Hadis-hadis ini juga perlu
ditakhrij untuk mengetahui darajat keshahihannya. Perlu juga dikemukakan pula
riwayat-riwayat (athar) dari para sahabat dan tabi’in.[4]
2.
Menjelaskan
tujuan-tujuannya baik secara umum atau husus dan yang merupakan tema ragam
dalam surat tersebut serta kaitan antara satu dengan lainnya dan juga dengan
tema tersebut.
3.
Menjelaskan
bagian surat tersebut dari beberapa unsur ayatnya yang berkaitan dengan tujuan
tertentu.
4.
Menjelaskan
korelasi antara beberapa unsur dan bagian dari surah tersebut serta hala-hal
yang dapat diambil dari hasil gabungan itu.
C. Cara Kerja dan tahapan Tafsir Mauđu’iy
surah
Tafsir tematik ini mempunyai kekhasan
tersendiri dari cara kerja atau langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Penafsiran menyangkut satu surah
dalam al-Quran dengan menjelaskan tujuannya secara umum dan yang merupakan tema
utama, serta menghubungkan perkara-perkara yang beraneka ragam dalam surah tersebut
antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surah
tersebut dengan berbagai masalah-masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.[5] Hal tersebut
dapat dilakukan dengan langkah pembahasan seputar surah yang meliputi
mengetahui sebab diturunkannya baik secara keseluruhan surah maupun terpisah.
2. Mencari tahu tentang tujuan dasar
dari diturunkanya surah tersebut dengan cara menelusuri keberadaan beberapa
namanya, mengkaitkan dengan kejadian pada saat diturunkanya dan atau tahapan waktu
diturunkanya. . [6]
3. Menjelaskan potongan ayat dari
surah tersebut secara runtut sesuai dengan kronologi masa turunnya disertai
dengan pengetahuan tentang asbab al-nuzûl-nya, karena sebab nuzul mempunyai
peranan yang sangat besar dalam memahami ayat-ayat Al-Quran. Hanya saja hal ini
kadang tidak dicantumkan dikarena ia tidak harus dicantumkan dalam uraian,
tetapi harus dipertimbangkan ketika memahami arti ayat-ayatnya masing-masing.
Bahkan hubungan antara ayat yang biasanya dicantumkan dalam kitab-kitab tafsir yang
menggunakan metode lain, tidak pula harus dicantumkan dalam pembahasan, selama
ia tidak mempengaruhi pengertian yang akan ditonjolkan.
4. Memahami dan menjelaskan munasabah
(korelasi) antar ayat dalam surah tersebut.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka
pembahasan yang sistematis. Agar tidak terpengaruh dengan pra-konsepsi yang
dibawanya, maka dalam penyusunan kerangka pembahasan ini agar disusun
berdasarkan bahan-bahan yang telah diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya.
6. Mempelajari surah tersebut secara
keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang
sama atau mengkompromikan yang ‘am (umum) dan yang khas (khusus), mutlaq dan
muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang secara lahir tampak kontradiktif, menjelaskan
yang nasih dan mansuh, sehingga ayat-ayat tersebut bertemu dalam satu muara
tanpa ada pemaksaan pemaknaan terhadap sebagian ayat dengan makna-makna yang
sebenarnya tidak tepat.
D. Keistimewaan Tafsir Mauđu’iy
Setiap metode memang tidak luput dari
kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Metode tafsir tematik ini juga
mempunyai kelebihan dibanding dengan metode tafsir lainnya. Kelebihan metode
ini antara lain dikemukakan oleh tokoh tafsir seperti Quraish Shihab, Abd
al-Hayyi al-Farmawi juga ‘Ali Hasan al-‘Aridl yang mengutip al-Farmawiy, dapat
dirangkum sebagai berikut :
- Hasil karya tafsir Mauđu’iy lebih
mudah dipahami dibanding karya tafsir metode lain. Ini disebabkan karena
Mauđu’iy terfokus dalam satu tema
permasalahan yang tidak terpecah-pecah. Dengan pembahasan per tema ini pesan
al-Qur’ân menjadi lebih utuh sehingga lebih mudah diserap orang yang
mempelajarinya.
- Kebenarannya relatif lebih dapat
dipertanggungjawbkan karena dalam penafsirannya lebih menggunakan cara-cara
tafsir bi al-Ma’thur (manfsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi).
- Metode ini memungkinkan mufasir
untuk mengetahui suatu masalah dari berbagai aspeknya, sehingga mampu
memberikan argumen yang kuat dan jelas dengan mengungkapkan rahasia ayat-ayat
yang sedang ditafsirkan.
- Di samping lebih utuh dalam
pembahasan dan mudah dalam pemahaman, tafsir ini juga dapat membuktikan bahwa
persoalan yang dibahas dalam al-Qur’ân tidak hanya persoalan yang bersifat
teoritis saja akan tetapi juga bisa membuktikan keistimewaan al-Qur’ân bahwa
persoalan kekinian juga bisa dijawab oleh al-Qur’ân.
- Metode ini juga bisa membuktikan
bahwa ayat-ayat al-Qur’ân tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. Bahkan
al-Qur’ân juga sejalan dengan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial.[7][8]
E. Contoh Tafsir Mauđu’iy Surah seperti Tafsir Surah Quraisy
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ
الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2)
Dalam
ayat-ayat ini Allah memerintahkan suku Quraisy untuk menyembah Tuhannya sebagai
tanda syukur mereka kepada yang menjadikan mereka kaum pedagang di negri yang
tandus yang mempunyai dua jurusan perdagangan. Pada musim dingin ke arah Yaman
untuk membeli rempah-rempah yang datang dari Timur Jauh melalui Teluk Persia
dan yang kedua ke arah Syam pada musim panas untuk membeli hasil pertanian yang
akan dibawa pulang ke negeri mereka yang tandus lagi kering itu.
Orang-orang
penghuni padang pasir (Badwi) menghormati suku Quraisy karena mereka dipandang
sebagai jiran Baitullah penduduk tanah suci dan berkhidmat untuk memelihara Ka’bah
dan penjaga-penjaga Kakbah, oleh karena itu maka suku Quraisy berada dalam aman
dan sentosa, baik ketika mereka pergi maupun ketika mereka pulang walaupun
banyak terjadi perampokan dan penggarongan dalam perjalanan.
Karena
rasa hormat kepada Baitullah itu merupakan suatu kekuatan jiwa dan berwibawa
untuk memelihara keselamatan mereka dalam misi-misi perdagangannya ke utara
atau ke selatan; sehingga timbullah suatu kebiasaan dan kegemaran untuk berniaga
yang menghasilkan rezeki yang melimpah. Rasa hormat terhadap Baitullah yang
memenuhi jiwa orang Arab itu adalah kehendak Allah semata, lebih-lebih lagi
ketika mereka melihat bagaimana Allah menghancurkan tentara gajah yang ingin
meruntuhkan Ka’bah, sebelum mereka sampai mendekatinya.
Sekiranya
penghormatan terhadap Baitullah kurang mempengaruhi jiwa orang-orang Arab atau
tidak ada sama sekali pengaruhnya niscaya orang-orang Quraisy tentu tidak mau
mengadakan perjalanan-perjalanan perdagangan tersebut Maka dengan demikian akan
berkuranglah sumber-sumber rezeki mereka sebab negeri mereka bukanlah tanah
yang subur.
فَلْيَعْبُدُوا
رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3)
Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan orang-orang
Quraisy agar mereka menyembah Tuhan Pemilik Ka’bah yang telah menyelamatkan
mereka dari serangan orang Ethiopia yang bergabung dalam tentara gajah, maka
seyogianya mereka hanya menyembah-Nya dan mengagungkan-Nya.
الَّذِي
أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْف (4)
Kemudian dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat Tuhan
Pemilik Ka’bah yang disuruh sembah itu, yaitu Tuhan yang membuka pintu rezeki
yang luas bagi mereka dan memudahkan jalan untuk mencari rezeki itu.
Jika tidak
demikian tentu mereka berada dalam kesempitan dan kesengsaraan. Dan Dia
mengamankan jalan yang mereka tempuh dalam rangka mereka mencari rezeki, serta
menjadikan orang-orang yang mereka jumpai dalam perjalanan senang dengan
mereka. Mereka tidak menemui kesulitan, baik terhadap diri maupun terhadap
mereka. Kalau tidak, tentu mereka selalu berada dalam ketakutan yang
mengakibatkan hidup sengsara dan papa.[9]
III. KESIMPULAN
Metodologi
penelitian tafsir sebagaiamana metodologi penelitian disiplin ilmu lainnya akan
terus berkembang seiring perkembangan zaman dan kebutuhan umat manusia dalam
menemukan berbagai jawaban-jawaban Qur’any atas berbagai persoalan kehidupan.
Untuk saat ini
metode Mauđu’iy dipandang sangat relevan dari metode-metode tafsir
lainnya dalam menemukan petunjuk-petunjuk Ilahiyyah (al-Hidayah al-Ilahiyyah)
diantara teks-teks al-Qur’an tentang berbagai problematika kontemporer, apalagi
metode Mauđu’iy ditopang dan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
penelitian ilmiah modern yang tidak berseberangan dengan prinsip-prinsip Qur’aniyyah
dan Risalah al-Nabawiyyah.
Wa-l-Hasil,
siapapun yang hendak menemukan berbagai jawaban atas problematika yang
dihadapinya dari teks-teks al-Qur’an seyogyanya dapat memahami dan menjalankan
secara amanah dan ilmiah metode Mauđu’iy sebab metode ini tidak hanya
dapat dijalankan oleh para peneliti tafsir yang mendedikasikan dirinya pada
studi al-Qur’an secara akademis, tetapi juga dapat dijalankan dengan mudah oleh
para peneliti muslim yang berkecimpung dalam bidang studi lainnya
Sebagai akhir makalah, ada beberapa
hal yang perlu digarisbawahi yang bisa dijadikan kesimpulan dari isi tulisan
ini.
1. Metode tafsir Mauđu’iy merupakan
metode tafsir modern yang lahir dan berkembang untuk menjawab masalah-masalah
kontemporer.
2. Metode Mauđu’iy mempunyai dua
bentuk, yaitu dengan menjelaskan tema utama dari tema-tema kecil yang
dibicarakan satu surat tertentu, dan dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’ân
yang terkait dengan tema yang sama.
3. Karya tafsir yang menggunakan
metode ini memiliki kekhasan yaitu lebih tuntas membicarakan satu tema tanpa
terpotong oleh tema lain sehingga lebih mudah untuk memahami pesan-pesan yang
dibawa oleh ayat-ayat al-Qur’ân.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abd.
Muin Salim, Metodologi Tafsir; Sebuah Rekonstruksi Epistemologis; Memantapkan
Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagai Disiplin Ilmu. (Orasi Pengukuhan Guru Besar
dihadapan Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Ujungpandang, pada tanggal 28
April 1999), 2.
2. Nashiruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
2.
3. Abd
Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, diterj. Rosihon
Anwar. (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 6.
4. Ahmad
bin Faris bin Zakariya, Abu al-Husain, Mu’jam Maqayis al-Lughah. (Beirut: Dar
al-Fikr, T.Th), Jld. VI, 117.
5. ‘Aly bin Muhammad al-Syarif al-Jurjany, Kitab
al-Ta’rifat. (Beirut: Maktabah al-Bannan, 1985 M), 273.
6. Muhammad
al-Ghazaly, Kaifa Nata’amalu Ma’a al-Qur’an (Kairo: Dar al-Ma’arif, T.Th), 2.
7. Didin
Saefuddin Buchori, Pedoman Memahammi Kandungan al-Qur’ân (Bogor: Granada Sarana
Pustaka, 2005), 209-210.v
8. Shalahuddin
Hamid, Study Ulumul Qur’an (Jakarta: Intimedia, 2002), 327.
9. Umar Shihab,
Kontekstualitas al-Qur’ân: Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qur’ân
(Jakarta: Penamadani, 2003), 9.
10. Shihab,
“Membumikan” Al-Qur’ân, 117. Juga dalam Al-Farmawiy, Metode Tafsir, hal. 52-53
dan dalam Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi, 94-95.
11. Nadzm
al durar fi tanasubil ayah wa al suwar- al biqo’I 1/17
[1] Abd. Muin Salim, Metodologi Tafsir; Sebuah Rekonstruksi
Epistemologis; Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir Sebagai Disiplin Ilmu. (Orasi
Pengukuhan Guru Besar dihadapan Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin
Ujungpandang, pada tanggal 28 April 1999), 2.
اللهم أعط ابن عباس الحكمة وعلمه
التأويل (أحمد ، والطبرانى ، وأبو نعيم فى الحلية ، وابن سعد ، والحاكم عن ابن عباس
، قال المناوى : بإسناد حسن) وأخرجه أحمد
(1/269 ، رقم 2422) ، والطبرانى (11/213 ، رقم 11531) ، وأبو نعيم فى الحلية
(1/316) ، وابن سعد (2/365) ، والحاكم (3/615 ، رقم 6280) وقال : صحيح الإسناد .
[2]
Nashiruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 2.
عن ابن عباس قال : لأن أقرأ البقرة
أرتلها أحب إلى من أن أهذ القرآن كله (عبد الرازق) [كنز العمال 4130] أخرجه
عبد الرزاق (2/489 ، رقم 4187
[3] Abd Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, diterj.
Rosihon Anwar. (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 6.
[4] Shihab, “Membumikan” Al-Qur’ân, 117.
Juga dalam Al-Farmawiy, Metode Tafsir, hal. 52-53 dan dalam Al-‘Aridl, Sejarah
dan Metodologi, 94-95.
[5] Umar Shihab, Kontekstualitas
al-Qur’ân: Kajian Tematik atas Ayat-Ayat Hukum dalam al-Qur’ân (Jakarta:
Penamadani, 2003),
[8]
Abd. Muin Salim, Metodologi
Tafsir; Sebuah Rekonstruksi Epistemologis; Memantapkan Keberadaan Ilmu Tafsir
Sebagai Disiplin Ilmu. (Orasi Pengukuhan Guru Besar dihadapan Rapat Senat
Luar Biasa IAIN Alauddin Ujungpandang, pada tanggal 28 April 1999), 2.